Penyimpangan
dan perpecahan dari akidah yang benar adalah kehancuran dan kesesatan. Karena
akidah yang benar merupakan motifator utama bagi amal yang bermanfaat.
Masyarakat
yang tidak dipimpin oleh akidah yang benar merupakan masyarakat bahimi (hewani),
tidak memiliki prinsip-prinsip hidup bahagia, sekalipun mereka bergelimang
harta materi tapi terkadang hal itu malah menyeret mereka pada kehancuran,
sebagaimana yang kita lihat pada masyarakat jahiliyah. Karena sesungguhnya
kekayaan materi memerlukan pengarahan dalam penggunaannya, dan tidak ada
pengarahan yang benar kecuali akidah yang benar pula.
“Wahai
para Rosul , makanlah dari makanan yang baik –baik, dan kerjakanlah amal yang
shalih.” (Al-Mukminun: 51)
“Dan
sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud karunia dari Kami. (Kami
berfirman), ‘Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang
bersama Daud,’ dan telah kami lunakan besi untuknya, (yaitu) buatlah baju besi
yang besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah amal yang shalih.
Sesungguhnya Aku melihat apa yang kamu kerjakan.” (Saba’:10-11)
Maka
kekuatan akidah tidak bisa lepas dari kekuatan materi. Jika hal itu terjadi
dengan menyeleweng kepada akidah yang sesat/bathil, maka kekuatan materi akan
berubah menjadi sarana penghancur dan alat perusak, seperti yang terjadi di
Negara-negara kafir yang mempunyai materi namun tidak mempunyai akidah yang
benar.
Ada
beberapa sebab penyimpangan akidah shahihah yang harus kita ketahui:
1. 1. Kejahilan atau kebodohan
terhadap akidah yang benar, karena adanya keengganan dalam mempelajari dan
mengajarkanya, atau kurangnya perhatian terhadap nya, sehingga tumbuhlah
generasi yang tidak mengenal akidah yang benar mapun sebaliknya.
Umar bin Khattab berkata: “Sesungguhnya ikatan simpul islam
akan pudar satu persatu, manakala didalam islam terdapat orang (generasi) yang
tidak mengenal kejahiliyahan.”
1. 2. Fanatik pada suatu ajaran
yang diwariskan nenek moyangnya, sekalipun hal itu salah, dan tidak memperdulikannya
bahwa hal itu salah.
“Dan apabila dikatakan pada mereka, ‘Ikutilah apa yang
diturunkan Allah,’ mereka menjawab,’(tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa
yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.’ (Apakah mereka akan
mengikuti juga) walaupun nenek moyang mereka tidak mengetahui sesuatu apapun
dan tidak mendapat petunjuk ?.” (Al Baqarah: 170)
3. Taqlid buta, mengambil
pendapat manusia tanpa mengetahui dalilnya dan tanpa menyelidiki kebenarannya.
Seperti yang dilakukan golongan Mu’tazilah, Jahmiyah dll.
4. Berlebihan dalam mencintai
wali dan orang-orang shalih, dan meletakkan mereka pada ketinggian derajat yang
tidak semestinya. Seperti menganggap mereka bisa mendatangkan manfaat dan
menolak madharat, menjadikan mereka perantara antara Allah dan makhlukNya,
hingga ke taraf penyembahan para wali dan meninggalkan penyembahan kepada
Allah. Sebagaimana telah terjadi pada kaum nabi Nuh terhadap orang-orang shalih
(pada zaman itu) ketika mereka berkata,
“Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan)
tuhan-tuhan kamu dan jangan pula kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan
jangan pula Suwa’, Yaghuts, Yauq dan Nasr.” (Nuh:23)
*Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr adalah nama
berhala-berhala yang terbesar pada kabilah-kabilah kaum nabi Nuh, yang semula
nama-nama orang shalih.
5. Lalai
terhadap perenungan ayat-ayat Allah, terbuai dengan teknologi-teknologi dan
kebudayaan, sampai-sampai mereka mengira bahwa itu semua adalah hasil kreasi
manusia semata.
Sebagaimana kesombongan Qorun yang mengatakan,
“Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku.” (Al
Qashash: 78)
Atau ucapan kesombongan yang lain:
“Ini adalah hakku...” (Fushilat: 50)
“Sesungguhnya aku diberi nikmat itu
hanyalah karena kepintaranku.” (Az Zumar: 49)
Mereka tidak berfikir dan tidak pula
melihat keagungan Tuhan yang telah menciptakan alam semesta ini dan yang telah
menimbun berbagai macam keistimewaan di dalamnya. Juga yang telah menciptakan
manusia lengkap dengan bekal keahlian dan kemampuan guna menemukan keistimewaan
demi kepentingan manusia.
6- Kosongnya
keluarga dari pengarahan yang benar (menurut islam).
Rosulullah
bersabda: “Setiap bayi iu dilahirkan atas dasar fitrah (islam). Maka kedua
orangtuanya yang (kemudian) membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi.”
(HR. Al Bukhari)
7- Media pendidikan
dan informasi enggan melaksanakan tugasnya. Kurikulum pendidikan yang tidak
memberikan perhatian yang cukup terhadap pendidikan agama islam, bahkan ada
yang tidak peduli sama sekali. Sedangkan media informasi, baik cetak maupun
elektronik berubah menjadi sarana penghancur dan perusak, atau paling tidak
hanya memfokuskan pada hal-hal yang bersifat materi dan hiburan semata.
CARA-CARA MENANGGULANGI PENYIMPANGAN INI:
1. Kembali kepada kitabullah dan sunnah Rosulullah untuk
mrngambil akidah shahihah.
2. Memberi perhatian pada pengajaran akidah shahihah, akidah
salaf, di berbagai jenjang pendidikan. Memberi jam pelajaran yang cukup serta
mengadakan evaluasi yang ketat dalam menyajikan materi ini.
3. Menetapkan kitab-kitab salaf yang bersih sebagai materi
pelajaran. Menjauhkan kitab-kitab kelompok penyeleweng atau sesat.
4. Menyebar para dai yang meluruskan akidah umat islam
dengan mengajarkan akidah salaf serta menjawab dan menolak akidah bathil.
Sumber: Kitab Tauhid, Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan.
Terkait:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar