Hadits Nabi

"Barang Siapa Menunjukan Kepada Kebenaran Maka Baginya Pahala Seperti Pahala Pelakunya, Tanpa Mengurangi Pahala Sedikitpun Darinya."

Selasa, 27 September 2016

Seri Akidah 1, MAKNA AKIDAH DAN URGENSINYA SEBAGAI LANDASAN AGAMA


AKIDAH SECARA ETIMOLOGI

Akidah berasal dari kata 'aqd yang berarti pengikatan.
Akidah adalah apa yang diyakini oleh seseorang. Jika dikatakan, "Dia mempunyai akidah yang benar," berarti akidahnya bebas dari keraguan.
Akidah merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan pebenarannya kepada sesuatu.

AKIDAH SECARA SYARA'
Yaitu iman kepada Allah, para MalaikatNya, Kitab-kitabNya, para RosulNya dan kepada Hari Akhir serta kepada qadar yang baik maupun yang buruk. Hal ini juga disebut sebagai rukun iman.

Syari'at terbagi menjadi dua: i'tiqadiyah dan amaliyah:

1. I'tiqadiyah adalah hal-hal yang tidak berhubungan dengan tata cara amal. Seperti i'tiqad (kepercayaan) terhadap rububiyah Allah dan kewajiban beribadah kepadaNya, juga beri'tiqad  terhadap rukun-rukun iman yang lain. Hal ini disebut ashliyah (pokok agama). (Syarah Aqidah Safariniyah, I, HAL.4)


2. Amaliyah adalah segala apa yang berhubungan dengan tata cara amal. Seperti shalat, puasa, zakat dan seluruh hukum-hukum amaliyah. Bagian ini disebut far'iyah (cabang agama), karena ia dibangun di atas i'tiqadiyah. Benar dan rusaknya amaliyah tergantung dari benar dan rusaknya i'tiqadiyah. 


"Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya."
(Al Kahfi: 110)


"Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu, 'Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi." (Az Zumar: 65)

Ayat-ayat diatas dan ayat yang senada, menunjukan bahwa segala amal tidak diterima jika tidak bersih dari syirik. Karena hal pertama yang didakwahkan para rasul kepada umatnya adalah menyembah Allah semata dan meninggalkan segala tuhan selain Dia. Sebagaimana firman Allah,

"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), 'sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu'..(An Nahl: 36)

Dan setiap rasul selalu mengucapkan pada awal dakwahnya,

"Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-sekali tak ada tuhan bagimu selainNya." (Al A'raf: 59, 65, 73, 85)

Pernyataan tersebut diucapkan oleh Nabi Nuh, Hud, Shalih, Syu’aibdan seluruh rasul. Selama 13 tahun di Makkah setelah diutus menjadi Nabi mengajar manusia kepada tauhid dan pelurusan akidah, karena hal itu landasan bangunan Islam.

Sumber: Kitab Tauhid, Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan.

Baca Juga: 


1. Kesesatan Ajaran Agama Syi'ah
2. SUMBER AKIDAH YANG BENAR DAN MANHAJ SALAF DALAM MENGAMBIL AKIDAH
3. PENYIMPANGAN AKIDAH DAN CARA MENANGGULANGINYA.

Senin, 26 September 2016

Biografi Imam Hadits 6, Imam Ibnu Maajah


Pertumbuhan beliau
Nama: Muhammad bin Yazid bin Mâjah al Qazwînî.
Nama yang lebih familiar adalah Ibnu Mâjah yaitu laqab bapaknya (Yazîd). Bukan nama kakek beliau.
Kuniyah beliau: Abu ‘Abdullâh
Nasab beliau:
  1. Ar Rib’I; merupakan nisbah wala` kepada Rabi’ah, yaitu satu kabilah arab.
  2. al Qazwînî adalah nisbah kepada Qazwîn yaitu nisbah kepada salah satu kota yang terkenal di kawasan ‘Iraq.
Tanggal lahir:
Ibnu Majah menuturkan tentang dirinya; “aku dilahirkan pada tahun 209 hijirah. Referensi-referensi yang ada tidak memberikan ketetapan yang pasti, di mana Ibnu Majah di lahirkan, akan tetapi masa pertumbuhan beliau beradaA di Qazwin. Maka bisa jadi Qazwin merupakan tempat tinggal beliau.
Aktifitas beliau dalam menimba ilmu
Ibnu majah memulai aktifitas menuntut ilmunya di negri tempat tinggalnya Qazwin. Akan tetapi sekali lagi referensi-referensi yang ada sementara tidak menyebutkan kapan beliau memulai menuntut ilmunya. Di Qazwin beliau berguru kepada Ali bin Muhammad at Thanafusi, dia adalah seorang yang tsiqah, berwibawa dan banyak meriwayatkan hadits. Maka Ibnu Majah tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, dia memperbanyak mendengar dan berguru kepadanya. Ath Thanafusi meninggal pada tahun 233 hijriah, ketika itu Ibnu Majah berumur sekitar 24 tahun. Maka bisa di tarik kesimpulan bahwa permulaan Ibnu Majah menuntut ilmu adalah ketika dia berumur dua puluh tahunan.
Ibnu Majah termotivasi untuk menuntut ilmu, dan dia tidak puas dengan hanya tinggal di negrinya, maka beliaupun mengadakan rihlah ilmiahnya ke sekitar negri yang berdampingan dengan negrinya, dan beliau mendengar hadits dari negri-negri tersebut.
Rihlah beliau
Ibnu Majah meniti jalan ahli ilmu pada zaman tersebut, yaitu mengadakan rihlah dalam rangka menuntut ilmu. Maka beliau pun keluar meninggalkan negrinya untuk mendengar hadits dan menghafal ilmu. Berkeliling mengitari negri-negri islam yang menyimpan mutiara hadits. Bakat dan minatnya di bidang Hadis makin besar. Hal inilah yang membuat Ibnu Majah berkelana ke beberapa daerah dan negri guna mencari, mengumpulkan, dan menulis Hadis.
Puluhan negri telah ia kunjungi, antara lain:
Khurasan; Naisabur dan yang lainnya
  1. Ar Ray
  2. Iraq; Baghdad, Kufah, Wasith dan Bashrah
  3. Hijaz; Makkah dan Madinah
  4. Syam; damasqus dan Himsh
  5. Mesir
Guru-guru beliau
Biografi Imam Hadits 1, Imam Al Bukhori
Ibnu Majah sama dengan ulama-ulama pengumpul hadits lainnya, beliau mempunyai guru yang sangat banyak sekali. Diantara guru beliau adalah;
  1. ‘Ali bin Muhammad ath Thanâfusî
  2. Jabbarah bin AL Mughallas
  3. Mush’ab bin ‘Abdullah az Zubair
  4. Suwaid bin Sa’îd
  5. Abdullâh bin Muawiyah al Jumahî
  6. Muhammad bin Ramh
  7. Ibrahîm bin Mundzir al Hizâmi
  8. Muhammad bin Abdullah bin Numair
  9. Abu Bakr bin Abi Syaibah
  10. Hisyam bin ‘Ammar
  11. Abu Sa’id Al Asyaj
Dan yang lainnya.
Murid-murid beliau
Keluasan ‘ilmu Ibnu Majah membuat para penuntut ilmu yang haus akan ilmu berkeliling dalam majlis yang beliau dirikan. Maka sangat banyak sekali murid yang mengambil ilmu darinya, diantara mereka adalah;
  1. Muhammad bin ‘Isa al Abharî
  2. Abu Thayyib Ahmad al Baghdadî
  3. Sulaiman bin Yazid al Fami
  4. ‘Ali bin Ibrahim al Qaththan
  5. Ishaq bin Muhammad
  6. Muhammad bin ‘Isa ash Shiffar
  7. ‘Ali bin Sa’îd al ‘Askari
  8. Ibnu Sibuyah
  9. Wajdî Ahmad bin Ibrahîm
Dan yang lainnya.
Persaksian para ulama terhadap beliau
  1. Al HafizhAl Khalili menuturkan; “(Ibnu Majah) adalah seorang yang tsiqah kabir, muttafaq ‘alaih, dapat di jadikan sebagai hujjah, memiliki pengetahuan yang mendalam dalam masalah hadits, dan hafalan.”
  2. Al Hafizh Adz Dzahabi menuturkan; “(Ibnu Majah) adalah seorang hafizh yang agung, hujjah dan ahli tafsir.”
  3. Al Mizzi menuturkan; “(Ibnu Majah) adalah seorang hafizh, pemilik kitab as sunan dan beberapa hasil karya yang bermanfa’at.”
  4. Ibnu Katsîr menuturkan: “Ibnu Majah adalah pemilik kitab as Sunnan yang Masyhur. Ini menunjukkan ‘amalnya, ‘ilmunya, keluasan pengetahuannya dan kedalamannya dalam hadits serta ittibâ’nya terhadap Sunnah dalam hal perkara-perakra dasar maupun cabang
Hasil karya beliau
Ibnu Majah adalah seorang ulama penyusun buku, dan hasil karya beliau cukuplah banyak. Akan tetapi sangat di sayangkan, bahwa buku-buku tersebut tidak sampai ke kita. Adapun diantara hasil karya beliau yang dapat di ketahui sekarang ini adalah:
  1. Kitab as-Sunan yang masyhur
  2. Tafsîr al Qurân al Karîm
  3. Kitab at Tarîkh yang berisi sejarah mulai dari masa ash-Shahâbah sampai masa beliau.
Wafatnya beliau
Beliau meninggal pada hari senin, tanggal duapuluh satu ramadlan tahun dua ratus tujuh puluh tiga hijriah. Di kuburkan esok harinya pada hari selasa. Semoga Allah selalu melimpahkan rahmat dan keridlaan-Nya kepada beliau. Sumber: http://www.lidwa.com/
Baca Juga: Biografi Imam Hadits 1, Imam Al Bukhori

Beografi Imam Hadits 5, Imam An Nasa'i


Nama lengkap dari Imam an-Nasa’i adalah Abu Abdurrahman Ahmad bin Syu’aib bin Ali bin Sinan bin Bahr Al-Kurasani An-Nasa’i. Nama imam An-Nasa’i dinisbatkan pada sebuah daerah bernama Nasa’ di wilayah kurasan yang disebut juga Nasawi yang masih termasuk wilayah Khurasan. Menurut Adz-Dzahabi, imam An-Nasa’i lahir di daerah Nasa’i pada tahun 215 hijriah. Ciri-ciri An-Nasa’i raut wajahnya oval dan kulitnya berwarna sawo matang. Menurut Adz-Dzahabi An-Nasa’i bermuka tampan biarpun sudah memasuki usia senja, sering mengenakan baju musim dingin, mempunyai empat isteri dan senang makan daging ayam. Dia adalah seorang syek yang berwibawa, bermuka cerah, ringan tangan dan berbudi luhur.
Di kota Nasa’ itulah beliau tumbuh melalui masa kanak-kananknya. Aktifitas intelektual beliau bermulai ketika belau mengahafal Qur’an dan menerima disiplin ilmu dari guru-gurunya. Pada usia 15 tahun,beliau mulai melakukan perjalanan guna menimba ilmu dan mencari hadits-hadits Nabi ke berbagai tempat seperti daerah Hijaz, Irak, Syam, Mesir, dan daerah yang lain.
Ia juga dikenal sebagai orang yang sungguh-sungguh dalam beribadah baik pada waktu malam maupun siang hari, melaksanakan ibadah puasa sunnah dan puasa dawud.
Salah satu keberhasilan beliau adalah berhasilnya menyusun sebuah kitab monumental dalam kajian hadis, yakni al-Mujtaba’ yang di kemudian hari kondang dengan sebutan Sunan al-Nasa’i. Beliau wafat pada hari senin tanggal 13 bulan Syafar, tahun 303 H (915) di al-Ramlah dan dikebumikan di Bait al-Maqdis, Palestina.

 Penyebaran Intelektualnya
Pada awalnya, beliau tumbuh dan berkembang di daerah Nasa’. Beliau berhasil menghafal al-Qur’an di Madrasah yang ada di desa kelahirannya. Beliau juga banyak menyerap berbagai disiplin ilmu keagamaan dari para ulama di daerahnya. Saat remaja, seiring dengan peningkatan kapasitas intelektualnya, beliaupun mulai gemar melakukan lawatan ilmiah ke berbagai penjuru dunia. Apalagi kalau bukan untuk guna memburu ilmu-ilmu keagamaan, terutama disiplin hadis dan ilmu Hadis.
Belum genap usia 15 tahun, beliau sudah melakukan mengembara ke berbagai wilayah Islam, seperti Mesir, Hijaz, Iraq, Syam, Khurasan, dan lain sebagainya. Sebenarnya, lawatan intelektual yang demikian, bahkan dilakukan pada usia dini, bukan merupakan hal yang aneh dikalangan para Imam Hadis. Semua imam hadis, yang biografinya banyak kita ketahui, sudah gemar melakukan perlawatan ilmiah ke berbagai wilayah Islam semenjak usia dini. Dan itu merupakan ciri khas ulama-ulama hadis, termasuk Imam al-Nasa’i.
Kemampuan intelektual Imam al-Nasa’i menjadi kian matang dan berisi dalam masa pengembaraannya. Namun demikian, awal proses pembelajarannya di daerah Nasa’ tidak bisa dikesampingkan begitu saja, karena justru di daerah inilah, beliau mengalami proses pembentukan intelektual, sementara masa pengembaraannya dinilai sebagai proses pematangan dan perluasan pengetahuan.

                     Guru dan Muridnya
Kemampuan intelektual Imam Nasa’i menjadi matang dan berisi dalam masa lawatan ilmiahnya. Namun demikian, awal proses pembelajarannya di daerah Nasa’ tidak bisa dikesampingkan begitu saja, karena di daerah inilah, beliau mengalami proses pembentukan intelektual, sementara masa lawatan ilmiahnya dinilai sebagai proses pematangan dan perluasan pengetahuan.
Adapun di antara nama guru-guru beliau, yang teradapat didalam kitab sunannya adalah sebagai berikut: Qutaibah bin Sa’id, Ishaq bin Ibrahim, Hisyam bin ‘Ammar, Suwaid bin Nashr, Ahmad bin ‘Abdah Adl Dabbi, Abu Thahir bin as Sarh, Yusuf bin ‘Isa Az Zuhri, Ishaq bin Rahawaih, Al Harits bin Miskin, Ali bin Kasyram, Imam Abu Dawud,  Imam Abu Isa at Tirmidzi, dan yang lainnya.
Sedangkan nama murid-murid yang mendengarkan majlis beliau dan pelajaran hadits beliau adalah: Abu al Qasim al Thabarani, Ahmad bin Muhammad bin Isma’il An Nahhas an Nahwi, Hamzah bin Muhammad Al Kinani, Hasan bin al-Khadr al-Asuti, Muhammad bin Ahmad bin Al Haddad asy Syafi’i, Al Hasan bin Rasyiq, Muhmmad bin Abdullah bin Hayuyah An Naisaburi, Abu Ja’far al Thahawi, Al Hasan bin al Khadir Al Asyuti, Muhammad bin Muawiyah bin al Ahmar al Andalusi, Abu Basyar ad Dulabi, Abu Bakr Ahmad bin Muhammad as Sunni, dan yang lainnya.

                 Hasil Karya Beliau
Imam Nasa`i adalah ulama yang terbilang banyak menulis berbagai kitab. Adapun  beberapa hasil karya beliau diiantaranya adalah As Sunan Ash Shughra, As Sunan Al Kubra, Al Kuna, Khasha`isu ‘Ali, ‘Amalu Al Yaum wa Al Lailah, At Tafsir, Adl Dlu’afa wa al Matrukin, Tasmiyatu Fuqaha`i Al Amshar, Tasmiyatu man lam yarwi ‘anhu ghaira rajulin wahid, Dzikru man haddatsa ‘anhu Ibnu Abi Arubah, Musnad ‘Ali bin Abi Thalib, Musnad Hadits Malik, Asma`u ar ruwah wa at tamyiz bainahum, Al Ikhwah, Al Ighrab, Musnad Manshur bin Zadzan, Al Jarhu wa ta’, dan lain-lain.
M. ‘Ajaj al-Khatib menyebutkan dalam bukunya “Ushul al-Hadits” bahwa al-Nasa’I mengarang kurang lebih 15 buah buku dalam bidang ilmu hadits dan yang paling utama dan mashur diantaranya adalah Kitab al-Sunan. (Sunan al-Kubra), yang akhirnya terkenal dengan sebutan nama Sunan al-Nasa’i. kitab Sunan ini adalah kitab hadits yang derajatnya terletak seelah Kitab Shahihain dalam hal kitab yang paling sedikit hadits da’ifnya, akan tetapi paling banyak pengulangannya.
Setelah Imam al-Nasa’I selesai mengarang kitabnya al-Sunan (al-Sunan al-Kubra), lalu beliau memberikannya kepada Amir al-Ramlah. Karena di dalamnya masih terdapat berbagai macam hadits yang teridentifikasi, apakah termasuk haditsshahih, hasan, atau dha’if, Amir meminta beliau untuk menyeleksi hadits-hadits yang ada pada kitab tersebut dengan hanya memasukkan hadits-hadits yang shahih saja. Atas permintaan Amir tersebut, belau berhasil menyeleksi hadits-hadits yan ada pada kitabnya dengan hanya memasukkan hadits shahih saja dalam bentuk sebuah kitab, dan belau manamakannya dengan kitab al-Sunan al-Sugra, dan disebut juga dengan kitab al-Mujtaba.

                 Penilaian tokoh lain terhadap Imam al-Nasa’i
Dari kalangan ulama seperiode beliau dan murid-muridnya banyak yang memberikan penilaian kepada beliau, diantara mereka yang memberikan komentar kepada beliau adalah:
1.  Abu ‘Ali An Naisaburi menuturkan; “beliau adalah tergolong dari kalangan imam kaum muslimin.’ Sekali waktu dia menuturkan; beliau adalah imam dalam bidang hadits dengan tidak ada pertentangan.”
2.  Abu Bakr Al Haddad Asy Syafi’I menuturkan; “aku ridla dia sebagai hujjah antara aku dengan Allah Ta’ala.”
3.  Manshur bin Isma’il dan At Thahawi menuturkan; “beliau adalah salah seorang imam kaum muslimin.”
4.  Abu Sa’id bin yunus menuturkan; “beliau adalah seorang imam dalam bidang hadits, tsiqah, tsabat dan hafizh.”
5.  Al Qasim Al Muththarriz menuturkan; “beliau adalah seorang imam, atau berhak mendapat gelar imam.”
6.  Ad Daruquthni menuturkan; “Abu Abdirrahman lebih di dahulukan dari semua orang yang di sebutkan dalam disiplin ilmu ini pada masanya.”
7.  Al Khalili menuturkan; “beliau adalah seorang hafizh yang kapabel, di ridlai oleh para hafidzh, para ulama sepakat atas kekuatan hafalannya, ketekunannya, dan perkataannya bisa dijadikan sebagai sandaran dalam masalah jarhu wa ta’dil.”
8.  Ibnu Nuqthah menuturkan; “beliau adalah seorang imam dalam disiplin ilmu ini.”
9.  Al Mizzi menuturkan; “beliau adalah seorang imam yang menonjol, dari kalangan para hafizh, dan para tokoh yang terkenal.”
F.              Metode Penyusunan dan Sistematika Kitab Sunan Al-Nasa’i
Imam al-Nasa’I dikenal sebagai ulama hadits yang teliti terhadap hadits dan rawi. Ini terbukti dalam menetapkan criteria sebuah hadits yang dapa diterima atau ditolak sangat tinggi. Dalam hal ini Al-Hafidz Abu Ali memberikan komentar bahwa persyaratan yang dibuat oleh Imam al-Nasa’I bagi para perawi hadits jauh lebih ketat jika dibandingkan dengan persyaratan yang dibuat oleh Imam Muslim.
Begitu selektifnya al-Nasa’I dalam menetapkan sebuah criteria seorang rawi, beliau berhasil menyusun sebuah kitab yang cukup berharga dan sangat besar dengan nama al-Sunan Kubra. Karena didalamnya belum mengadakan pemisahan antara hadits dha’if, hasan, dan shahih, maka beliau akhirnya mengarang sebuah kitab yang bernama al-Mujtaba’ yang merupakan hasil seleksi dari kitab Sunan al-Kubra, yang isinya hanya hadits shahih saja.
Metode dari kitab ini adalah metode sunan. Yang dimaksud dengan metode sunan adalah metode penyusunan kitab hadits berdasarkan klasifikasi hukum Islam (abwab al-fiqhiyah) dan hanya menyantumkan hadits-hadits yang bersumber dari Nabi (hadits marfu’). Bila terdapat hadits-hadits yang bersumber dari sahabat (mauquf) atau tabi’in (maqtu’), maka relatif jumlahnya hanya sedikit.

Adapun sistematika dari kitab Sunan al-Nasa’i adalah sebagai berikut:
No
Nama Kitab
Juz
Hlm
No
Nama Kitab
Juz
Hlm
-
Al-Muqaddimah
I
3
23
Al-Jum’ah
III
71
1
Al-Taharah
I
12
24
Taqsir al-Salah fi al-Safar
III
95
2
Al-Miyah
I
141
25
Al-Kusuf 
III
101
3
Al-Haid
I
147
26
Al-Istisqa’
III
125
4
Al-Ghusl wa al-Tayammum
I
162
27
Salat al-kusuf
III
136
5
Al-Salah
I
178
28
Salat al-‘Idain
III
148
6
Al-Mawaqit
I
198
29
Qiyam al-Lail wa Tatawwu’ al-Nahr
III
161
7
Al-Azan
II
3
30
Al-Jana’iz
IV
3
8
Al-Masajid
II
26
31
Al-Siyam
IV
97
9
Al-Qiblah
II
47
32
Al-Zakah
V
3
10
Al-Imamah
II
58
33
Manasik al-Hajh 
V
83
11
Al-Jihad
VI
3
34
Tahrim al-Dam
VII
70
12
Al-Nikah
VI
44
35
Qism al-Fai’
VII
117
13
Al-Thalaq
VI
112
36
Al-Bai’ah
VII
124
14
Al-Khalil
VI
178
37
Al-Aqiqah
VII
145
15
Al-Ahbas
VI
190
38
Al-Far’ wa al-‘Atirah
VII
147
16
Al-Wasaya
VI
198
39
Al-Said wa al Zaba’ibn Hajar al-‘Asqalani
VII
158
17
Al-Nahl
VI
216
40
Al-Dahaya
VII
186
18
Al-Hibah
VI
220
41
Al-Buyu
VII
212
19
Al-Ruqbah
VI
226
42
Al-Qasamah
VIII
3
20
Al-Umraa
VI
228
43
Qat’u al-Sariq
VIII
57
21
Al-Aiman wa al-Nuzul wa al-Muzara’ah
VII
3
44
Al-Aiman wa al-Syara’
VIII
86
22
‘Asyrah al-Nisa’
VII
58





Pendapat dari Jalal al-Din al-Suyuti dengan Syarah yang berjudul Zahr al-Ruba’ ‘ala al-Mujtaba memberikan penekanan pada aspek nama-nama rawi, penjelasan lafaz, kata-kata yang agak asing dan aneh, serta penyebutan sebagian hokum-hukum dan etika yang tercakup oleh berbagai hadits nabi. Dikatakan syarah yang diberkan oleh al-Syuti ini lebih dekat kepada apa yang dimaksudkan oleh al-Suyuti.
Baca Juga: Biografi Imam Hadits 6, Imam Ibnu Maajah

Tentang Admin

Foto saya
Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia