Hadits Nabi

"Barang Siapa Menunjukan Kepada Kebenaran Maka Baginya Pahala Seperti Pahala Pelakunya, Tanpa Mengurangi Pahala Sedikitpun Darinya."

Selasa, 04 Oktober 2016

Balaghoh (3) FASHOHAH


PENGERTIAN FASHAHAH

الفصاحةُ في اللغةِ تُنْبِئُ عن البيانِ والظهورِ. يقالُ: أفْصَحَ الصَّبيُّ في مَنْطِقِه، إذا بانَ وظَهَرَ كلامُه
Fashahah menurut bahasa adalah: Menampakkan yg jelas dan terang. Sebagaimana dikatakan: anak itu telah FASIH ucapannya, bilamana perkataannya sudah terang dan jelas.

وتَقَعُ في الاصطلاحِ وصْفًا للكلمةِ والكلامِ والمتكلِّمِ
Terjadi menurut istilah balaghah adalah: sifat bagi kalimah (kata), kalam (kalimat) dan mutakallim (pembicara).

1.Tanafur Huruf
فتَنافُرُ الحروفِ: وصْفٌ في الكلمةِ يُوجِبُ ثِقَلَها على اللسانِ، وعُسْرَ النُّطْقِ بها، نحوُ:(الظَّشِّ) للموضِعِ الْخَشِنِ، و(الْهُعْخُعِ) لنباتٍ تَرعاهُ الإبلُ، و(النُّقَاخِ) للماءِ العذْبِ الصافِي، و(المُسْتَشْزَرِ) للمفتولِ.
Tanaafur Huruf adalah : sifat bagi kalimah yang memastikan berat di lidah dan sulit mengucapankannya. contoh AZH-ZHASYSYAH sebutan untuk permukaan yg kasar, HU’KHU’ sebutan untuk tumbuh-tumbuhan makanan unta, NUQQAAKH sebutan untuk air tawan yang jernih, MUSTASYZAR sebutan untuk sesuatu yang dipintal

2.Mukhalafah Qias
ومخالَفةُ القياسِ: كونُ الكلمةِ غيرَ جاريةٍ على القانونِ الصَّرْفيِّ، كجَمْعِ (بُوقٍ) على (بُوقاتٍ) في قولِ المتنبِّي
Mukhalafah Qias adalah : keberadaan kalimah yang tidak mengikuti aturan ilmu shorof. contoh jamaknya lafazh BUUQIN menjadi BUUQAATIN didalam contoh perkataan seorang penyair:

فإنْ يكُ بعضُ الناسِ سيفًا لدولةٍ ¤ ففي الناسِ بُوقاتٌ لها وطبولُ
fa in yaku ba’dhun-naasi saifan li daulatin ¤ fa fin-naasi BUQAATIN wa thobuulu
jika sebagian orang itu menjadi pedang untuk negara ¤ maka diantara mereka harus ada terompet dan genderang.
إذ القياسُ في جَمْعِه للقِلَّةِ(أبواقٌ). وكـ (مَودَدَةٍ) في قولِه
karena menurut qias (ilmu shorof), bentuk jamak qillah adalah “ABWAAQUN”. contoh yang lain “MAUDADAH” di dalam perkataan seorang penyair:
إنَّ بَنِيَّ لَلِئَامٌ زَهَدَهْ ¤ ما ليَ في صدورِهم مِنْ مَوْدَدَهْ
inna baniyya lali-aamun zahadah ¤ maa liya fii shuduurihim min MAUDADAH.
benar-benar keturunanku itu orang yang tidak baik dan tiada berpenganggapan ¤ di hati mereka tidak ada rasa kasih-sayang untukku.
والقياسُ: (موَدَّةٌ) بالإدغامِ
menurut qias (kaidah ilmu shorof) adalah MAWADDAH dengan di-idgham.

3.Gharabah


والغرابةُ: كونُ الكلمةِ غيرَ ظاهرةِ المعنى، نحوُ: (تَكَأْكَأَ) بمعنى: اجتمَعَ، و(افْرَنْقَعَ) بمعنى: انصرَفَ، و(اطْلخَمَّ) بمعنى: اشتدَّ
Gharabah adalah : Keberadaan kalimah yang tidak jelas maknanya. Misal TAKA’KA-A dengan arti IJTAMA’A (berkumpul), IFRANQA’A dengan arti INSHOROFA (bubar/berpaling), ITHLAKHOMMA dengan arti ISYTADDA (kuat perkasa/gagah).
Contoh perkataan ‘Isa bin Umar an-nahwiy ketika jatuh dari Himarnya, dan orang-orang mengerumuninya:
مَالَكُمْ تَكَأْكَأْتُمْ عَلَيَّ كَتَكَأْكُئِكُمْ عَلَى ذِي جِنَّةٍ، افْرَنْقِعُوا عَنِّي
“Maa lakum TAKA’KA’TUM ‘alayya, kaTAKA’KUIKUM ‘alaa dzii jinnah? IFRANQI’UU ‘anniy…!”
“ada apa kalian berkumpul mengerumuni saya, sebagaimana kalian berkumpul mengerumuni orang gila? Bubar dariku…!”

4.Tanaafur Kalimaat


فالتنافُرُ: وصفٌ في الكلامِ يُوجِبُ ثِقَلَه على اللسانِ، وعُسْرَ النطْقِ بهِ، نحوُ
Tanaafur (kalimaat mujtami’atan) adalah : sifat di dalam kalam yang memastikan berat di lidah dan sulit mengucapkannya. contoh:
في رَفْعِ عرْشِ الشَّرْعِ مثلُكَ يَشْرَعُ = وليسَ قُرْبَ قَبْرِ حَرْبٍ قَبْرُ
Fii ROF’I ‘ARSYIs-SYAR’I mitsluka YUSYRO’ = wa laisa QURBA QOBRI HARBI QOBRU.
Orang sepertimu adalah dia yang bertugas mengangkat tiang layar.
Di dekat kuburan Harb itu, tidak ada kuburan lain.
كريمٌ متى أمدَحْهُ أمدحْهُ والوَرَى = معي وإذا ما لُمْتُهُ لُمْتُهُ وَحْدِي
Kariimun mataa AMDAH-HU AMDAH-HU wal waroo # ma’i wa idzaa LUMTUHU LUMTUHU wahdiy.
Dia itu mulia, kapan saja aku memujinya, orang lain juga ikut memujinya. apabila aku mencelanya, aku sendirian yang melakukan itu sementara orang lain tidak
Keterangan:
Tanaafur kalimaat mujtami’atan = kumpulan kata minimal dua kata atau lebih yang saling memberatkan antara yang satu dengan yang lainnya dalam pengucapan dan lidah.
Fii ROF’I ‘ARSYIs-SYAR’I mitsluka YUSYRO’ = contoh kalam ini tidak fasih karena mengandung tanaafur kalimaat mujtami’atan, dengan mengulang-ulang tiga huruf (RA, ‘AIN, SYIN). RA’ dan ‘AIN pada empat kata (ROF’I-’ARSYI-SYAR’-YUSYRO’) dan SYIN pada tiga kata (‘ARSYI-SYAR’-YUSYRO’) demikian juga untuk contoh lainnya.

5. Dha’fut-ta’lif ضعف التأليف

وضَعْفُ التأليفِ – كونُ الكلامِ غيرَ جارٍ على القانونِ النحويِّ المشهورِ، كالإضمارِ قبلَ الذكْرِ لَفْظًا ورُتْبَةً في قولِ
Dho’fut-ta’liif : adanya kalam yg tidak sesuai dengan kaidah nahwu yang masyhur. Seperti menyebut dhomir sebelum menyebut lafazhnya atau tingkatannya.
Contoh syahid syair dalam bahar basith :
جَزَى بنُوهُ أَبَا الغِيلانِ عنْ كِبَرٍ = وحُسْنِ فِعْلٍ كما يُجزَى سِنِمَّارُ
JAZAA BANUUHU ABAL-GHILAANI ‘an kibarin = wa husni fi’lin kamaa yujzaa sinimmaaru.
Putranya (bani abu ghilan) membalas kebaikan Abu Gilan dimasa tuanya, dengan balasan sebagaimana dibalasnya orang yg bernama Sinimmar.
dho’futta’lif pada syair diatas ada pada kalimat ” JAZAA BANUUHU ABAL-GHILAANI” menyebut dhamir pada faa’il yang kembali pada maf’ul yg ada dibelakangnya “lafzhan wa rutbatan”. Demikian ini tidak sesuai dengan kaidah pakem nahwu, sebagimana dalam alfiyah bab faa’il oleh ibnu malik:
وشاع نحو خاف ربه عمر … وشذ نحو زان نوره الشجر
WA SYAA’A NAHWU KHOOFA ROBBAHU ‘UMAR * WASYADDA NAHWU ZAANA NAURUHUS-SYAJAR

6.Ta’kid التعقيد
(Ta’kid lafzhi dan Ta’kid ma’nawi)

والتعقيدُ: أنْ يكونَ الكلامُ خَفِيَّ الدلالةِ على المعنى المرادِ
Adanya kalam (kalimat) samar dalam penunjukan makna yang dimaksud.
والخفاءُ إمَّا منْ جهةِ اللفظِ، بسببِ تقديمٍ أوْ تأخيرٍ أوْ فَصْلٍ، ويُسمَّى تعقيدًا لفظِيًّا، كقولِ المتنبِّي
Kesamaran itu baik dari segi lafazhnya, disebabkan takdim (mengedepankan yg seharusnya dibelakang ), ta’khir (mengakhirkan yg seharusnya didepan), atau fashl (pemisahan). Maka dinamakan ta’kid lafzhiy. Seperti contoh perkataan penyair:
جَفَخَتْ وهم لا يَجْفَخُونَ بها بهم = شِيَمٌ على الحسَبِ الأغَرِّ دلائلُ
JAFAKHAT WA HUM LAA YAJFAKHUUNA BIHAA BIHIM = SYIYAMUN ‘ALAL-HASABIL-AGHARRI DALAAILU.
فإنَّ تقديرَه: جَفَخَتْ بهم شِيَمٌ دلائلُ على الحسَبِ الأغرِّ، وهم لا يَجفخونَ بها
Karena sesungguhnnya takdirannya adalah:
JAFAKHAT BIHIM SYIYAMUN DALAAILU ‘ALAL-HASABIL-AGHARRI WA HUM LAA YAJFAKHUUNA BIHAA.
Adat kebiasaan saling menasehati atas leluhurnya yg mulia, membanggakan mereka. Tapi mereka tidak banggakan diri dengan kebiasaan itu.

KETERANGAN:
pada syair diatas terdapat FASHL/memisah antar fi’il (JAFAKHAT) dan muta’allaqnya (BIHIM) dengan kalimat sempurna yg mempunyai makna tersediri (WA HUM LAA YAJFAKHUUNA BIHAA).
Kemudian terdapat TA’KHIR mengakhirkan lafazh (DALAAILU) dari muta’allaqnya (‘ALAL-HASBIL-AGHARRI) sekaligus terjadi FASHL antara maushuf (SYIYAMUN) dan sifatnya (DALAAILU) dengan muta’alliqnya sifat yang seharusnya ada dibelakang (‘ALAL-HASBIL-AGHARRI).

وإمَّا منْ جهةِ المعنى بسببِ استعمالِ مَجازاتٍ وكِناياتٍ، لا يُفْهَمُ المرادُ بها، ويُسَمَّى تَعقيدًا معنويًّا، نحوُ قولِكَ: (نَشَرَ الْمَلِكُ أَلْسِنَتَه في المدينةِ)، مُريدًا جواسيسَه، والصوابُ:(نَشَرَ عيونَه). وقولِه:
Adapun kesamaran dari segi makna, disebabkan penggunaan majaz atau kinayah yang tidak difahami maksudnya, maka dinamakan ta’kid ma’nawiy. Contoh perkataanmu : ” raja itu menyebarkan ALSINATAHU/LIDAH-LIDAHNYA di kota itu” dengan maksud penyelidik-penyelidiknya. Maka yang benar ” menyebarkan ‘UYUUNAHU/MATA-MATANYA”. Dan sebagaimana dalam syair (bahar thowil):
سَأَطْلُبُ بُعْدَ الدَّارِ عَنْكُمْ لِتَقْرُبُوا * وَتَسْكُبُ عَيْنَايَ الدُّمُوعَ لِتَجْمُدا
SA ATHLUBU BU’DAD-DAARI ‘ANKUM LI TAQRUBUU = WA TASKUBU ‘AINAAYAD-DUMUU’U LI TAJMUDAA.
Aku akan mencari rumah yang jauh dari kalian agar kalian dekat di hati. Dan kedua mataku akan menumpahkan habis air matanya agar MEMBEKU (merasakan bahagia karena telah dekatnya hati)
حيث كَنَّى بالجمودِ عن السرورِ، معَ أنَّ الجمودَ يُكَنَّى بهِ عن البُخْلِ وقتَ البكاءِ
dimana dimaksudkan penggunaan kinayah dengan kata “JUMUD/BEKU” untuk mengungkapkan rasa bahagia, padahal sesungguhnya kata “JUMUD/BEKU” adalah kinayah untuk sulitnya air mata mengalir di saat sedang menangis.

7.Fashohah Mutakallim (Pembicara Fasih)

وفصاحةُ المتكلِّمِ: مَلَكةٌ يُقتَدَرُ بها على التعبيرِ عن المقصودِ بكلامٍ فصيحٍ، في أيْ غرَضٍ كانَ
Fashohan Mutakallim (pembicara) : adalah malakah (bakat sang pembicara) yang mampu menuangkan maksud dengan kalimat fashih, dalam situasi sasaran yang bagaimana pun.

Kunjungi Juga: Balaghoh (4), ISTIFHAM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tentang Admin

Foto saya
Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia